Kehidupan
tidak maju ke depan dalam lintasan lurus, melainkan maju sambil mengayun ke kiri
dan ke kanan dengan jarak yang sama jauhnya. Padahal nurani kehidupan tak
pernah sekali pun bergeser dari kedudukannya di tengah. Apabila ayunan ke kanan
bercorak hitam misalnya maka ayunan ke kiri dalam banyak hal adalah
kebalikannya. (hlm. 321)
Srintil sudah
membuktikan dirinya lahir untuk menjadi ronggeng Dukuh Paruk. Dan meskipun
dalam tradisi seorang ronggeng tidak dibenarkan mengikatkan dengan seorang
lelaki, namun ternyata Srintil tidak bisa melupakan Rasus. Ketika Rasus
menghilang dari Dukuh Paruk, jiwa Srintil terkoyak. Srintil tidak bisa menerima
keadaan ini, dan berontak dengan caranya sendiri. Sikap ini menjadi penentu
dalam pertumbuhan kepribadiannya. Dia tegar dan berani melangkahi
ketentuan-ketentuan yang telah lama mengakar dalam dunia peronggengan, terutama
dalam masalah hubungan antara seorang ronggeng dengan dukunnya.
Menjelang usia dua puluhan kedirian Srintil mulai teguh. Dia
bermartabat, tidak lapar seperti kebanyakan orang Dukuh Paruk, dan menampik
laki-laki yang tidak disukainya. Rasus sendiri sering ditundukkannya dalam
dunia angan-angan dan Srintil merasa menang. Sementara dua pengalaman penting
menggores lintasan kehidupannya. Pertama, ketika dia harus menjalankan peran
sebagai gowok. Kedua, ketika pada akhir
potongan lintasan hidupnya secara tidak bisa dimengerti oleh Srintil sendiri,
ronggeng itu terlibat dalam kekalutan politik pada tahun 1945. Srintil yang
bermartabat, cantik, dan masih sangat belia harus berhadapan dengan ketentuan
sejarah yang sekali pun tak pernah dibayangkannya.
Cerita yang kisahnya abadi, justru kisah-kisah yang berakhing sad ending. Seperti halnya Romeo dan Juliet,
kisah Srintil dan Rasus juga kandas karena takdir yang memisahkan mereka meski
cinta telah lahir sejak mereka masih kanak-kanak.
Novel ini sempat dilarang, konon katanya ada hal-hal tabu yang bisa
mengancam pemerintahan pada masa itu. Saya membacanya cukup telat, sekitar
tahun 2009-an. Penasaran kenapa dulu novel ini dulunya dilarang, pas baca
ternyata tidak mengkhawatirkan seperti kebanyakan pendapat orang. Justru novel
ini represtasi kehidupan masyarakat Indoensia di zaman pasca kemerdekaan. Di
zaman ketika Indonesia mengalami pergolakan politik yang cukup pelik. Kalau
tidak ada novel-novel seperti ini, kita tidak tahu bagaimana rupa sejarah Indonesia
yang sebenarnya, yang kita tahu hanya dari buku-buku sejarah sekolah.
Download
langsung bukunya ada di bawah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar