Mangir
Drama
Mangir selesai ditulis Pramoedya pada 1976 berdasarkan cerita tutur yang
masih diingat oleh masyarakat di Jawa Tengah. Lakon tersebut memang tidak
tercatat dalam dokumen tertulis keraton yang dirangkum dalam Babad Tanah Jawi
(BTJ, versi rangkuman Olthof, Leiden, KITLV, 1987). Banyak cerita tutur
lain yang sempat tercatat, seperti lakon-Iakon tentang Jaka Tingkir, yang
nantinya bernama Adiwijaya dan menjadi Sultan Pajang. Drama Mangir
sendiri menyangkut Senapati dari Mataram yang berkuasa pada paruh kedua abad
ke-16.
Sejarah
Mataram dalam penulisan babad dicatat sebagai kelanjutan Pajang. Puncak
peristiwa drama Mangir terjadi di keraton Senapati, di negara gung Matanim,
yang dikenal sebagai Kota Gede. Dalam sebuah pertemuan keluarga, Senapati
menjebak dan membunuh menantunya, Wanabaya, panglima pasukan pertahanan
desa perdikan Mangir. Peristiwa dramatic tersebut terjadi di depan mata
Pambayun, putri Senapati yang mengandung janin dari perkawinannya dengan
Wanabaya. Hadir juga dalam pertemuan tersebut, penasihat Senapati, Juru
Martani. Paman Senapati ini, dari pihak ibu, telah membantu Senapati membina
Mataram. Sesuai namanya, paman ini menyumbangkan pandangannya sebagai ahli
membaca situasi lapangan. Selain mereka, hadir juga sebagai saksi peristiwa
tersebut Ki Ageng Pernanahan, ayahanda Senapati, yang tidak lain tokoh pendiri
Mataram.
Ki Ageng
Pemanahan tercatat dalam babad sebagai ahli perang. Ini diabadikan pula dalarn
ingatan rnasyarakat seperti tereermin pada namanya yang menyebut suatu
peralatan perang. Ini juga menunjukkan bahwa pemanahan memiliki kehandalan
khusus, yang menernpatkan dia dalarn posisi sosial tertentu di masyarakat
Jawa, sebagai pemimpin kaumnya. Sebagai imbalan atas jasanya kepada
penguasa Dernak, Pernanahan rnenerirna "hak pakai" untuk
membuka-membabat lahan baru di kawasan Matararn. Dari hasil lahan yang
dikelolanya, Pemanahan menghidupi keluarga dan pengikutnya.
Download saja
langsung di bawah ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar